Sekretariat:
Jln.Raya Sanden Kuroboyo RT 06, Caturharjo, Pandak, Bantul, DIY 55761

Seputar Zakat Mal #1

Bagaimana ketentuan Zakat Maal?

Yang wajib mengeluarkan zakat adalah yang Islam dan merdeka, tidak dipersyaratkan harus baligh dan berakal. Karena orang gila dan anak kecil jika memang memiliki harta yang sudah memenuhi syarat juga tetap dikeluarkan zakatnya.

Berkaitan dengan harta yang dikeluarkan, syarat yang harus dipenuhi adalah: (1) harta tersebut dimiliki secara sempurna, (2) harta tersebut adalah harta yang berkembang, (3) harta tersebut telah mencapai nishab, (4) telah mencapai haul (harta tersebut bertahan selama setahun), (5) harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok.

Beberapa harta yang para ulama sepakat wajib dikenai zakat adalah:

  1. Atsman (emas, perak dan mata uang).
  2. Hewan ternak (unta, sapi, dan kambing).
  3. Pertanian dan buah-buahan (gandum, kurma, dan anggur).

Tabel Ketentuan Zakat Maal

HartaNishabBesar Zakat
Emas20 dinar (85 gram emas murni 24 karat)2,5%
Perak200 dirham (595 gram perak murni)2,5%
Mata uang (zakat penghasilan dan zakat simpanan)Jika sudah mencapai nishab perak atau emas (nishab perak yang paling rendah, sekitar Rp 6 juta)2,5%
Hewan ternak  (unta, sapi, kambing)Unta 5 ekor, Sapi 30 ekor, Kambing 40 ekorada ketentuannya
Hasil pertanian5 wasaq (720 kg)10% dengan pengairan gratis, 5% dengan pengairan membutuhkan biaya
Barang daganganJika sudah mencapai nishab perak atau emas (nishab perak yang paling rendah, sekitar Rp 6 juta)2,5%
Harta karun (rikaz)Tidak dipersyaratkan nishab dan haul dalam zakat rikaz. Sudah ada kewajiban zakat ketika harta tersebut ditemukan.20%

Keterangan:

  • Semua harta zakat di atas memperhatikan haul (bertahan satu tahun hijriyah) kecuali zakat hasil pertanian dikeluarkan setiap kali panen.
  • Zakat perhiasan emas dan perak terkena zakat dan mesti dikeluarkan setiap tahunnya kalau terus berada di atas nishab.
  • Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang merupakan kebutuhan pokok dan dapat disimpan.
  • Pada zakat barang dagangan, barang tersebut bukan termasuk harta yang asalnya wajib dizakati seperti hewan ternak, emas, dan perak.
  • Perhitungan zakat barang dagangan = nilai barang dagangan + uang dagang yang ada + piutang yang diharapkan – utang yang jatuh tempo.
  • Harta rikaz berarti harta zaman jahiliyah berasal dari non muslim yang terpendam yang diambil dengan tidak disengaja tanpa bersusah diri untuk menggali, baik yang terpendam berupa emas, perak atau harta lainnya.

Nishab Zakat Mengikuti Emas atau Perak?

Pertama, Harta dalam bentuk mata uang atau tabungan, memungkinkan untuk diqiyaskan dengan emas atau perak. Karena status emas dan perak sama-sama mata uang di masa silam. Sehingga uang kertas bisa diqiyaskan dengan emas atau perak. Meskipun keduanya (emas dan perak) memiliki perhitungan zakat yang berbeda, dan tidak boleh digabungkan. Sehingga jika ada orang yang memiliki 80 gr emas (belum nishab, kurang 5 gr) dan 590 gr perak (belum nishab, kurang 5 gr), orang ini tidak diwajibkan menggabungkan simpanan emas dan peraknya, sehingga dia wajib mengeluarkan zakatnya.

An-Nawawi mengatakan,

لا يضم الذهب إلى الفضة , ولا هي إليه في إتمام النصاب بلا خلاف ـ في المذهب ـ ، كما لا يضم التمر إلى الزبيب..

“Tidak boleh menggabungkan emas dengan perak untuk menggenapkan nilai nishab, tanpa ada perselisihan – dalam madzhab syafii -, sebagaimana kurma tidak dicampur dengan zabib (untuk mengejar nishab).” (al-Majmu’, 5:504).

Kedua, nilai yang tidak berimbang

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

… فإِذا كانت لك مائتا درهم، وحال عليها الحول؛ فعليها خمسة دراهم، وليس على شيء -يعني في الذهب- حتى يكون لك عشرون ديناراً، فإِذا كان لك عشرون ديناراً وحال عليها الحول؛ ففيها نصف دينار

Jika kamu memiliki 200 dirham, dan sudah disimpan selama satu tahun maka wajib dizakati 5 dirham. Dan tidak ada kewajiban zakat emas, sampai kamu memiliki 20 dinar. Jika kamu punya 20 dinar dan telah disimpan selama setahun maka kewajiban zakatnya 1/2 dinar. (HR. Abu Daud 1391 dan dishahihkan al-Albani).

Hadis di atas menjelaskan nishab dinar dan dirham yang merupakan dua mata uang masa silam. Berdasarkan hadis di atas, nishab emas 20 dinar (85 gram emas) sedangkan nishab perak 200 dirham (595 gram perak).

Di masa sahabat – sebagaimana dinyatakan Dr. Hisamudin Affanah – nilai emas dan perak berimbang stabil. Karena keduanya menjadi acuan utama harga barang. 1 dinar (emas) selalu senilai dengan 10 dirham (perak). Sehingga di masa itu, nilai 85 gram emas sama dengan nilai 595 gram perak. 

Namun seiring perjalanan waktu, masyarakat lebih cenderung memilih emas sebagai standar harga dari pada perak. Lebih dari itu, emas lebih banyak dibutuhkan oleh manusia dibanding perak. Keadaan ini menyebabkan nilai perak cenderung turun dan tidak berimbang dengan emas. Sampai akhirnya, perak tidak lagi menjadi acuan standar harga dan menjadi komoditas biasa. Jika kita bandingkan, saat ini (Maret 2025), nishab emas senilai Rp 135-136 juta (Harga emas Rp 1.600.000/Gram, pembulatan), sementara nishab perak sekitar 10-11 juta (Harga perak Rp 17.000/Gram, pembulatan). Selisih yang sangat jauh. Setelah sebelumnya Nishab Emas senilai 85 Juta, Perak 9 Juta.

Ketiga, Ulama berbeda pendapat dalam menentukan acuan nishab zakat harta. Apakah mengikuti nishab emas ataukah nishab perak.

Pendapat pertama menyatakan, nishab harta mengikuti nishab yang lebih rendah. Pendapat ini menitik-beratkan pada sisi manfaat untuk fakir-miskin. Dengan nishab yang lebih rendah, akan lebih menguntungkan bagi pihak penerima zakat.

Ini adalah pendapat mayoritas ulama kontemporer, sebagaimana keterangan Dr. Khalid Al-Muslih sebagaimana keterangan beliau dalam progam acara ‘yas-alunak’ yang disiarkan melalui channel televisi : Ar-risalah. Pendapat ini dipilih oleh Lajnah Daimah. Dalam salah satu fatwanya, dinyatakan,

مقدار نصاب الزكاة في الدولار وغيره من العملات الورقية هو ما يعادل قيمته عشرين مثقالًا من الذهب أو مائة وأربعين مثقالًا من الفضة في الوقت الذي وجبت عليك فيه الزكاة في الدولارات ونحوها من العملات، ويكون ذلك بالأحض للفقراء من أحد النصابين، وذلك نظرًا إلى اختلاف سعرها باختلاف الأوقات والبلاد

Ukuran nishab zakat untuk dolar atau mata uang yang lainnya senilai dengan 20 mitsqal emas (85 gr) atau 40 mitsqal perak (595 gr) di waktu ketika anda wajib mengeluarkan zakat, dalam bentuk dolar atau mata uang lainnya. Dan dalam hal ini, nishab yang dipilih adalah yang paling menguntungkan bagi orang miskin. Itu dilakukan dengan menimbang perbedaan harganya, menurut perbedaan waktu dan tempat. (Fatawa Lajnah Daimah, no. 1728).

Dengan memperhatikan nilai nishab emas dan perak maka nishab zakat untuk mata uang, berdasarkan pertimbangan yang lebih menguntungkan fakir miskin adalah nishab perak. Karena dengan mengacu nishab perak, akan semakin banyak orang yang berkewajiban membayar zakat dan semakin besar pula nilai zakat yang harus dikeluarkan. Betapa tidak, setiap orang yang memiliki tabungan  10 juta, dan telah disimpan selama setahun, dia berkewajiban membayar zakat.

Pendapat kedua, nishab zakat harta mengikuti nishab emas.

Pendapat ini beralasan,

  1. Nilai perak cenderung turun, sehingga jarang orang tertarik memihak perak untuk komoditas investasi. Berbeda dengan emas yang nilainya relatif diakui sebagai sarana investasi sampai zaman sekarang, sebagaimana uang kertas.
  2. Emas masih bertahan sebagai standar harga. Sementara perak tidak lagi menjadi standar harga. Sehingga emas lebih mendekati sifat mata uang di zaman sekarang, dibandingkan perak.
  3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Muadz radhiyallahu ‘anhu ke Yaman, beliau berpesan agar mengajarkan kewajiban zakat. Salah satu karakter zakat yang disebutkan dalam pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Muadz,

تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ

Zakat itu diambil dari orang kaya mereka, untuk dikembalikan kepada orang miskin mereka.. (HR. Bukhari 7372).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang yang berkewajiban bayar zakat sebagai orang kaya. Sementara masyarakat kita sepakat, orang yang hanya memiliki tabungan 5 juta, belum bisa disebut kaya.

Diantara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Yusuf Qardhawi (fikih, 1/264) dan yang dipilih Dr. Muhammad Sulaiman al-Asyqar, guru besar fakultas Syariah di Universitas Kuwait. Dalam karyanya terkait zakat kontemporer, beliau menjelaskan,

مال في هذا العصر بعض الفقهاء في هذا العصر، إلى الرجوع إلى التقويم في عروض التجارة والنقود الورقية إلى نصاب الذهب خاصة ، ولذلك وجه بيّن ، وهو ثبات القدرة الشرائية للذهب فإن نصاب الذهب – العشرين ديناراً – كان يشترى بها في عهد النبي صلى الله عليه وسلم عشرون شاة من شياه الحجاز تقريباً وكذلك نصاب الفضة – المئتا درهم – كان يُشتَرى بها عشرون شاةً تقريباً أيضاً

Sebagian ulama di zaman ini lebih cenderung mengembalikan standar zakat barang dagangan dan mata uang kepada nishab emas. Dan pendapat ini memiliki alasan cukup kuat, yaitu menimbang nilai jual emas yang konstan. Karena nishab emas – 20 dinar – di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa digunakan untuk membeli sekitar 20 ekor kambing di Madinah. Demikian pula nishab perak – 200 dirham – dulu juga bisa digunakan untuk membeli 20 ekor kambing.

Kemudian beliau melanjutkan,

أما في عصرنا الحاضر فلا تكفي قيمة مئتي درهم من الفضة إلا لشراء شاة واحدة ، بينما العشرون مثقالاً من الذهب تكفي الآن لشراء عشرين شاة من شياه الحجاز أو أقل قليلاً فهذا الثبات في قوة الذهب الشرائية تتحقق به حكمة تقدير النصاب على الوجه الأكمل ، بخلاف نصاب الفضة

Adapun di zaman kita saat ini, 200 dirham perak tidak cukup selain untuk membeli seekor kambing. Sementara 20 dinar emas, masih cukup untuk membeli 20 ekor kambing di Madinah atau kurang sedikit. Nilai yang konstan untuk harga jual emas ini, sesuai tujuan penetapan nishab zakat dalam posisi yang lebih sempurna. Berbeda dengan nishab perak. (Abhats Fiqhiyyah fi Qadhaya zakat Mu’ashirah: 1/30)

Bagaimana dengan Aset ? Apakah perlu dizakati?

Selain penghasilan Tunai, bagaimana dengan aset? Perlu diketahui, bahwa semata-mata memiliki aset berupa rumah dan tanah tidak menjadikan harta ini wajib dizakati. Karena memang rumah, tanah, kendaraan tidak ada zakatnya kecuali jika menjadi barang niaga/Jual beli, atau disewakan.

Syaikh ‘Abdul Karim al Khudair hafizhohullah ditanya, “Ada seseorang yang memberi tanah dan ia ingin membangun kebun di sana. Setelah satu tahun dari waktu pembeliannya, apakah ia harus mengeluarkan zakat dari tanah tersebut dan begitu pula tahun selanjutnya?”

Syaikh hafizhohullah menjawab,

Tanah yang dijadikan kebun tidak wajib untuk dizakati. Kecuali jika tanah tersebut ingin dibisniskan. Adapun jika di tanah tersebut ditanam sesuatu, maka zakatnya adalah dari tanaman tersebut atau dari penjualannya yang merupakan hasil dari tanah tersebut. Jadi, tanah itu sendiri tidak ada zakatnya. Baru ada zakat, jika tanah tersebut dimanfaatkan. Jika pemanfaatn itu memiliki hasil, itulah yang dikenai zakat.  Jika tanah tersebut memiliki bangunan (misalnya), lalu ada keuntungan dari bangunan tersebut, maka zakat ditarik dari keuntungannya dan bukan ditarik dari tanah dan bukan pula ditarik dari kontruksi bangunan. Sekali lagi zakatnya ditarik dari hasil (keuntungan) tadi. Jika tanah tersebut terdapat tanaman, maka zakatnya ditarik dari hasil tanaman (yaitu buah, dll). Demikian seterusnya. Jika di atas tanah tersebut didirikan sesuatu yang diperdagangkan, maka zakatnya diambil dari hasil perdagangan barang tersebut. Sedangkan bangunannya tidak dikenai zakat apa-apa. Zakat hanya diambil dari keuntungan penjualan barang-barang dagangan yang ada. Ketika keuntungan tersebut telah bertahan satu tahun (haul), maka barulah dikeluarkan zakatnya. 

Barang yang dikenai zakat harus memenuhi beberapa syarat:

  1. Dimiliki secara sempurna.
  2. Termasuk harta yang berkembang secara kualitas dan kuantitas, sedangkan tanah, bangunan rumah tidak termasuk dalam hal ini. Kecuali jika tanah dan bangunan dibisniskan, maka ia masuk zakat perdagangan.
  3. Telah mencapai nishob (ukuran minimal dikenai zakat).
  4. Telah mencapai satu haul (untuk selain zakat tanaman). Artinya, zakat (seperti zakat penghasilan, zakat profesi atau zakat mata uang) hanya dikeluarkan setelah mencapai haul (masa satu tahun), jadi bukan dikeluarkan setiap bulan.
  5. Merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok.

Semoga sajian ini bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.

Kutipan Artikel,

Penulis : Ust. Muhammad Abduh Tuasikal, Ust.Ammi Nur Baits
Sumber : rumaysho.com, konsultasisyariah.com

Mau ikut menyalurkan Zakat kepada para mustahiq binaan Yaskia? Yuk Zakat KLIK DISINI atau Klik pada gambar berikut

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *